top of page

Perjalanan Mencari Ilmu ke Negeri Sudan

  • Nur Fatiya Kautsar
  • Mar 4, 2017
  • 5 min read




Memasuki masa peralihan musim dingin ke musim panas, dan disela-sela masa ujian akhir semester ganjilnya, Faiz atau yang di media sosial di dikenal sebagai @bukibukan menyempatkan dirinya untuk berbincang-bincang mengenai beasiswa studi S1nya dan pengalamanya berkuliah di University of Holy Quran and Islamic Sciences, Sudan. Nama lengkapnya adalah Muhammad Faiz Alamsyah, pria kelahiran Jakarta, tepatnya 9 Oktober 1996 telah mengenyam pendidikan menengahnya dari Husnul Khotimah lalu hijrah jauh ke Benua Afrika untuk menempuh jenjang pendidikan tingginya dari tahun 2013 hingga sekarang.


Faiz menuturkan bahwa terdapat 3 jalur beasiswa untuk berkuliah di Sudan ; Pertama melalui tes setiap tahun yg diselenggarakan oleh Departemen Agama untuk berkuliah ke timur tengah, Kedua melalui beberapa lembaga yang mempunyai MOU(Memorandum of Understanding) dengan beberapa universitas di Sudan,Ketiga melalui sebuah lembaga di Sudan yang bernama Walfare Sudan Organization (WAFIDIN). Di mana lembaga beasiswa ini memang khusus diperuntukkan mahasiswa asing untuk bisa berkuliah di Sudan. Dan juga ada beberapa lembaga pula di Indonesia.


Faiz mengungkapkan bahwa ia mendapat beasiswa dari WAFIDIN. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk seleksi beasiswanya kita mengirim ijazah beserta transkrip nilai yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa arab, beserta beberapa dokumen lainnya ke lembaga yang sudah mempunyai MOU dengan lembaga WAFIDIN ini. “Waktu itu saya melalui lembaga Komite Pendidikan Luar Negeri (KPLN) yang berada di Tangerang Selatan. Setelah ijazah dikirimkan, kita menunggu agak lama sampai pengumuman diterima atau tidaknya di kampus. Jika diterima, nanti ada tes lanjutan di kampus. Jika lolos, kita bisa langsung kuliah, jika tidak kita harus mengambil program bahasa setahun,“katanya.


Faiz juga menjelaskan bahwa Beasiswa di Sudan hanya mencakup biaya kuliah, namun ada juga yang difasilitasidengan asrama dan makan harian.Namun sejauh ini, tidak ada beasiswa yang menanggung uang untuk kebutuhan sehari-hari.Meski awalnya tak pernah terbesit untuk memilih kuliah di Sudan, sampai akhirnya Faiz yang telah diberi petunjuk oleh Allah untuk melanjutkan studi di Negeri Dua Nil tersebut.


“Sebenernya dulu pengennya itu ke mesir. Jadi semenjak lulus dari SMA, fokus buat tes beasiswa ke Mesir lewat jalur Departemen Agama. Tes itu mencakup 3 negara yg antara lain Mesir, Sudan, sama Maroko. Waktu itu sih belum ada rencana lain selain ke Mesir. Nyatanya Allah punya rencana lain yang indah. H-5 tes ke Mesir, tes nya dibatalkan. Waktu itu ada insiden kudeta Presiden Mursi. Departemen Agama akhirnya membatalkan tes dengan alasan keamanan di Mesir. Hehehe Sempet hancur sih, tapi Allah bukakan pintu yang lain. Diperkenalkan KPLN itu oleh teman seangkatan di pesantren. Sampai akhirnya 3 dari 11 orang dari kita berangkat dan Alhamdulillah sampai sekarang masih di Sudan,”katanya.


Menurutnya sistem perkuliahan di Sudan tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Namun kegiatan mahasiswa di Indonesia dengan di Sudan jelas berbeda. Di Indonesia, mahasiswa ikut organisasi untuk melatih skill mereka, namun mahasiswa di Sudan lebih mendalami ilmu. Mahasiswa Sudan menambah kegiatan keseharian mereka dengan mengikuti kajian-kajian ilmiah yang ada di masjid-masjid. Tidak sulit untuk mencari kajian Islam, Kajian Islam di Sudan tersebar dimana-mana. Mahasiswa disini sibuk dengan itu. Sehari bisa satu, dua, bahkan 3 kajian sekaligus. Faiz mengatakan bahwa ilmu di kampus dirasa kurang, untuk dibawa pulang ke Indonesia. Meskipun begitu, Mahasiswa Jurusan Sharia and Law ini menyeimbangkan urusan akademiknya dengan prestasi yang mengagumkan. Faiz menjabat sebagai Ketua Departemen Media dan Informasi PPI Sudan periode 2016/2017 dan tergabung dalam Biro Pers PPI Dunia 2016/2017. Mengagumkan bukan?.


Faiz juga memaparkan beberapa hal dari mulai yang biasa sampai unik tentang Sudan sebagai panduan hidup disana. Menurutnya adaptasi makanan merupakan salah satu hal yang paling sulit bagi mahasiswa asal Indonesia. Bagaimana tidak, “Roti bagi orang sudan, merupakan nasi bagi orang indonesia. Kita harus adaptasi agak lama untuk makan sesuatu tanpa nasi, karena orang Indonesia menolak kenyang tanpa nasi,”, begitu ujar Faiz. Selera Afrika dan Asia memang berbeda. Alhasil untuk makan, Faiz dan rekan-rekannya masak bergantian setiap hari di rumah. Selain masalah lidah, mahasiswa asal Indonesia juga harus beradaptasi dengan cuaca. Cuaca di Sudan cukup ekstrim. Musim dingin di Sudan bisa mencapai 7 derajat sedangkan musim panas antara 45-50 derajat ketika puncaknya.Selain itu Ia juga menyebutkan beberapa Do an Donts untuk hidup disana,seperti : Selalu membawa bolpoin biru, jangan bolpoin hitam. Sudan tidak mengenal bolpoin hitam,Membawa sambel terasi yang banyak. Karena itu akan menjadi harta karun di Sudan, bahkan persiapan di kemudian hari,Berhati-hati di keramaian. Kriminalitas cukup tinggi apalagi semenjak 2014 mata uang Sudan terus anjlok, Jangan memakai sarung keluar jalan. Sarung di Sudan merupakan pakaian untuk perempuan, Jangan heran kalau dikatain “China” di Sudan. Entah mengapa orang asing disebut orang China disini,Jangan memberikan orang Sudan es teh, atau keripik pedes macem karuhun atau maicih. Mereka tidak suka keduanya,dan terakhir Jangan bawa rupiah, KTP, SIM dan sebagainya karena tidak akan berlaku.


Menurutnya suka duka yang dialami mahasiswa Indonesia di Sudan cukup beragam. Tentunya secara garis besar untuk sukanya kuliah di luar negeri menurut Faiz yaitu untuk menambah pengalaman baru, menambah relasi juga karena nambah kenalan, bahkan cakupannya internasional. Selain itu juga belajar bagaiman survive dalam kehidupan, apalagi di bumi Afrika. Perlu mental yang kuat. Untuk dukanyapun lumayan banyak, namanya juga anak perantauan. Merantau ke lain kota yang masih se-Indonesia saja rasanya sudah berbeda apalagi merantau ke negara orang, yang terpisahkan jarak beribu-ribu mil jauhnya.


“Contoh kalau ada liburan gak bisa pulang. Lebaran idul fitri gak di indonesia juga duka, walaupun disini kita Sholat Ied dan ramah tamah di rumah Duta Besar RI, dukanya sedikit hilang. Belum lagi kalau di Indonesia ada musibah di keluarga, atau ada kabar baik dari kerabat seperti nikahan temen. Kita ga bisa dateng. Sudan juga ga enaknya sangat banyak. Fasilitas kurang memadai, kebersihan, makanan, lingkungan, semuanya kadang jauh dari harapan. Belum lagi ketika musim panas di bulan ramadhan. Bener bener belajar survive.Kalau ini semua bukan karena akhirat, bukan karena masa depan bangsa, tidak akan ada mahasiswa Indonesia disini.” begitu curahanya.


Faiz berpesan, untuk kuliah ke luar negeri, kita perlu kuatkan tekad dari sekarang. Kuliah ke luar negeri perlu persiapan yang matang serta mental yang kuat, karena di luar negeri, kita belum tahu persis medannya seperti apa. Selain itu, kita juga perlu banyak relasi dari sekarang. Beasiswa bertebaran dimana-mana, kadang kesalahan kita adalah tidak tahu mengenai hal tersebut karena minimnya informasi dan relasi.


Menurutnya yang tak kalah penting adalah tentang persiapan bahasa.“Ketika kita sudah memiliki keinginan untuk melanjutkan study ke timur tengah maka perdalam Bahasa Arab, kalau mau ke Eropa perdalam Bahasa Inggris. Bisa keduanya malah semakin bagus. Yang tidak mengerti Bahasa Inggris memang tidak akan mengerti perkataan manusia, tapi yang tidak mengerti Bahasa Arab tidak akan mengerti perkataan tuhannya manusia. Sebab itulah perlu adanya persiapan bahasa mulai dari sekarang.”


Kabar baik nih bagi kalian yang sedang mempersiapkan study di Sudan. Jangan segan-segan mampir ke web PPI Sudan yaa, banyak informasi yang bisa kalian dapat dari sana lho, hihi. Mantap!.Untuk temen temen yang sekiranya mempunyai keinginan untuk melanjutkan study di Sudan, Persatuan Pelajar Indonesia di Sudan (PPI Sudan) membuka pendaftaran beasiswa International University of Africa, Sudan tahun 2017.Bisa dilihat infonya disini http://www.sudan-ppi.org/2017/02/pendaftaran-beasiswa-iua-2017-2018.html?m=1Dan kalau ingin tau lebih jauh tentang Sudan, dunia perkuliahan di Sudan, dan lain lain, PPI Sudan juga telah menerbitkan buku panduan study di Sudan. Bukunya bisa di download disini

http://www.sudan-ppi.org/2016/06/ppi-sudan-telah-menerbitkan-buku.html?m=1


Ia berpesan pada seluruh para pencari beasiswa yang ada di seluruh indonesia :

“Tetap semangat dalam mencari ilmu. Jangan pernah berhenti. Gali ilmu dari mana saja. Di Indonesia, maupun di luar negeri. Semoga selalu diberi kemudahan dalam menuntut ilmu.”

“Dan pesan untuk diri saya sendiri, dan untuk pelajar yang lainnya, jangan terlalu lama di luar sana karena Indonesia menunggu. Karena kita pergi untuk kembali”


Luar biasa yaa kisah yang sangat menginspiratif dari Faiz dalam menempuh studinya di Sudan, Terima kasih untuk Faiz yang bersedia berbagi pengalamannya bersama Sahabat Beasiswa Chapter Purwokerto. Semoga para pencari beasiswa sekalian bisa lekas menyusul dan meraih kesuksesan untuk melanjutkan studi sesuai seperti yang di harapkan. Amin


Catatan Redaksional : Artikel merupakan hasil interview yang dilakukan secara online melalui media sosial Whatsapp kepada Muhammad Faiz Alamsyah Awardee Beasiswa Walfare Sudan Organization (WAFIDIN) di University of Holy Quran and Islamic Sciences, Sudan.


Sahabat Beasiswa Chapter Purwokerto

Dream, Plan, and Act Together!


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

Hubungi Kami 

62-877-3751-4633

Alamat

Purwokerto, Banyumas

Media Sosial

  • facebook-square
  • Twitter Square
  • Instagram - Black Circle
  • youtube-square

Kami Bagian dari

bottom of page